Desa Tanpa Akses: Hidup di Ujung Negeri yang Terlupakan
Detik.com, Di balik klaim pemerataan pembangunan, ribuan desa di pelosok Indonesia masih terisolasi. Jalan rusak parah, sinyal telepon hilang-timbul, dan transportasi nyaris tidak ada. Warga harus berjalan berkilo-kilo meter hanya untuk menjual hasil bumi atau berobat. Sementara di kota, pemerintah sibuk membangun tol dan MRT, kehidupan di daerah terpencil tetap stagnan dalam keterbelakangan.
Sekolah Tanpa Guru: Pendidikan yang Diabaikan
Banyak sekolah di pedalaman hanya memiliki satu atau dua guru untuk semua kelas. Beberapa bahkan kosong selama berbulan-bulan karena minimnya tenaga pengajar yang bersedia ditempatkan di daerah terpencil. Anak-anak belajar di ruangan tanpa listrik dan buku usang, sementara program digitalisasi pendidikan hanya sampai di kota-kota besar. Masa depan mereka seolah sudah ditakdirkan untuk terus tertinggal.
Kesehatan Jadi Barang Mewah di Pedalaman
Puskesmas Pembantu sering kali hanya bangunan kosong tanpa obat dan tenaga medis. Ibu hamil harus diantar dengan tandu melalui jalan berbukit untuk melahirkan, sementara pasien kronis terpaksa pasrah karena tidak mampu ke rumah sakit di kota. Ironisnya, anggaran kesehatan daerah kerap tersedot untuk proyek-proyek yang tidak mendesak.
Tanah Subur, Tapi Rakyat Tetap Miskin
Daerah dengan tanah paling subur justru dihuni oleh petani paling miskin. Hasil panen dijual dengan harga murah ke tengkulak karena tidak ada akses pasar yang layak. Program pemerintah kerap tidak menyentuh akar masalah, hanya berupa bantuan temporer yang tidak berkelanjutan. Potensi besar negeri ini justru tidak dinikmati oleh pemiliknya sendiri.
Kami hadir untuk memperbesar suara-suara kecil ini. Setiap cerita yang kami liput adalah tamparan bagi mereka yang berkuasa di pusat. Karena seharusnya, tidak ada satu pun warga negara yang merasa ditinggalkan oleh bangsanya sendiri. Pembangunan yang sejati harus dimulai dari daerah yang paling terpencil, bukan dihentikan di batas kota besar.